Bab II
Pembahasan
A. Definisi
Tarekat
Tarekat berasal dari bahasa Arab “tharikah”
jamaknya “taraiq” secara etimologis berarti (1) jalan, cara (al-kaifiyah),
(2) metode, sistem (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab),
(4) keadaan (al-halal), (5) pohon kurma yang tinggi (an-nakhlah
aththawillah), (6) tiang tempat berteduh, tongkat payung (amud
al-mizallah), (7) yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum)
dan (8) goresan/garis pada sesuatu (al-khathth fi asy-syay).[1]
Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi
dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat. Sebab jalan
utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq, kata turunan ini
menunnjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan
cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum illahi, tempat berpijak bagi
setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal,
pengalam mistik tak mungkin di peroleh bila perintah syariat yang mengikat itu
tidak ditaati terlebih dahuulu dengan seksama.[2]
Dengan kata lain tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat)
menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh
oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.[3]
Mengenai pengertian diatas Asy-Syekh Muhammad
Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, “Tarekat adalah mengamalkan
syariat, melaksanakan bebab ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan diri dari
sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
Sementara itu Harun Nasution, menyatakan bahwa
tarekat berasal dari kata tariqah yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang
calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqh
kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai syekh,
upacara ritual, dan bentuk dzikir masing-masing.[4]
Sejalan dengan ini maka Martin Van Bruinessen
menyatakan istilah tarekat , paling tidak dipakai untuk dua hal yang secara
konseptual berbeda. Makananya yang asli merupakan paduan yang khas dari
doktrin, metode, dan ritual. Akan tetapi, istilah ini pun sering dipakai untuk
mengacu pada organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut jalan tertentu. Di
timur tengah istilah ta’ifah terkadang lebih disukai untuk organisasi sehingga
lebih mudah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Akan tetapi di
indonesia kata tarekat mengacu pada keduanya.[5]
L.Massignon, salah seorang peneliti tasawuf di
berapa negara muslim, berkesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua
pengertian:
pertama, tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang
sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf untuk
mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang disebut al-maqamat dan al- akhwal.
Pengertian ini menonjol sekitar abad ke-9 dan ke-10 Masehi.
Kedua, tarekat merupakan perkumpulan yang didirikan
menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran
tertentu. Dalam perkumpulan itulah seorang syekh yang menganut suatu tarekat
yang dianutnya, lalu mengamalkan aliran aliran tersebut bersama dengan
murid-muridnya, pengertian dan definisi ini menonjol ketika abad ke-9 Masehi.
Dengan demikian tarekat memiliki dua
pengertian, pertama tarekat berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada
individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan.
Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang
ditandai dengan adanya lembaga formal, seperti zawiyah, ribatah, atau khanaqah.
B. Sejarah
Timbulnya Tarekat
Menurut Hamka tarekat yang pertama kali muncul adalah
tarekat Thaifuriyah pada abad ke-9 Masehi di Persia sebagai suatu lembaga
Pengajaran Tasawuf. Tarekat tersebut dinasabkan kepada Abu Yazid al-Busthami
karena pahamnya bersumber dari ajaran Abu Yazid, pendapat ini dapat diperkuat
dengan kenyataan bahwa tarekat-tarekat yang muncul di Persia terutama daerah
Hurazon, pada umumnya menganut paham Bayazid.[6]
Sejarah islam menunjukan bahwa tarekat-tarekat
sejak bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H), mengalami perkembangan pesat.
Dapat dikatakan bahwa dunia islam sejak abad berikutnya (1317 H),pada umumnya
dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan yang cukup
besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat islam, setelah mereka
dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar (
kota Bagdad dimusnahkan tentara Tartar itu pada 1258 M atau 656 H). Sejak
penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh tentara Tartar itu, islam
yang diperkirakan akan lenyap, tetapi mampu bertahan, bahkan dapat merembes memasuki
hati turunan para penyerbu itu dan memasuki daerah-daerah baru. Pada umumnya
sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarekatlah yang berperan dalam
penyebaran islam. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat islam selama
zaman pertengahan sejarah islam (abad ke-13 samapi abad ke-18 atau ke-17 sampai
12 H). Pengaruh tarekat mulai mengalami kemunduran, serangan-serangan terhadap
tarekat yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327 M/ 1728) terdengar
semakin gencar dan kuat pada masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad
terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu diantara sebab-sebab
mundur dan lemahnya umat islam adalah pengaruh tarekat yang buruk, antara lain
menumbuhkan sikap taqlid, sikap fatalistis, orientasi yang berlebihan kepada
ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan.
C. Aliran-aliran
Tarekat di Dunia Islam
Dari
sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad ke-12 (abad ke-6 H) itu
antara lain :
- Tarekat
Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang wafat di
Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turbekistan,
Sudan, Cina, India, dan Indonesia.
- Tarekat
Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, yang wafat di
Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara,
Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
a.
Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
- Mengikuti
sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
- Berpaling
hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
- Kembali
kepada Allah diwaktu senang dan susah
3.
Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh
Ahmad Ar-Rifai, yang wafat di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di
irak dan di Mesir.
4.
Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh
Bahaudin Naqsabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut
di Asia Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri tarekat
Naqsabandiah antara lain :
a.
Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
- Meningggalkan
ruqsah
- Memilih
hokum-hukum yang azimah
- Senantiasa
dalam muraqabah
- Tetap
berhadapan dengan Tuhan
- Menghasilkan
malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
- Menyendiri
ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi
faedah
- Berpakaian
dengan pakaian mukmin biasa
- Zikir
tanpa suara
- Tarekat
Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari yang wafat
di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan Indonesia.
D. Kriteria
Murid untuk Menjalankan Tarekat
Guru dalam tarekat yang sudah melembaga itu
selanjutnya disebut Mursyid atau Syekh, dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun
pengikutnya disebut murid. Sedangkan tempatnya disebut ribath atau zawiyah
atau taqiyah.
Selain itu tiap tarekat juga memiliki ajaran dan
juga amalan wirid tertentu, simbol-simbol kelembagaanya, tata tertibnya dan
upacara-upacara lainnya yang membedakan antara tarekat yang satu dengan tarekat
yang lainnya. Menurut ketentuan tarekat pada umumnya bahwa seorang syekh sangat
menentukan terhadap muridnya, keberadaan murid di hadapan gurunya ibarat mayit
atau bangkai yang tak berdaya apa-apa. Dan karena ini tarekat merupakan jalan
yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka orang yang
menjalankan syariat dan si murid harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat
agama
- Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti
jejak dan guru, dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya
- Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai
kesempurnaan yang hakiki
- Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan
segala wirid dan doa guna memantapkan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat
yang lebih tinggi
- Memegang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat
menodai amal.[7]
F. Tata
Cara Pelaksanaan Tarekat
Tata cara pelaksanaan tarekat antara lain :
- Dengan Zikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah
dalam hati secara menyebutkan namanya dengan liasan, zikir ini berguna
sebagai alat kontrol bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang
dari garis yang sudah ditetapkan Allah
- Ratib, yaitu mengucapkan lapad La Illaha Illallah dengan gaya,
gerak dan irama tertentu
- Musik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair
tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumental) seperti
memukul rebana
- Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan
bacaan tertentu untuk menimbulkan kehidmatan
- Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan
zikir tertentu. Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai
tujuan tarekat sebagaimana disebutkan diatas, perlu mengadakan latihan
batin, riadah dan mujahadah (perjuangan kerohanian). Perjuangan seperti
itu dinamakan pula suluk dan yang mengerjakannya di sebut salik.[8]
G. Tujuan
Adanya Tarekat
Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam
melakukan sesutu ibadah sesuai dengan agarna yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabiin secara berantai
sampai pada masa kita ini.
Lebih khusus lagi tarekat dikalangan sufiyah
berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari
sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak
dikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan
bersatu secara ruhiyah dengan tuhan. Jalan dalam
tarekat itu antara lain terus-menerus berada dalam zikir atau ingat terus
kepada Tuhan, Dan terus-menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan
Tuhan.
Harun nasution mengatakan tarekat ialah jalan
yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin
dengan tuhan.[9] Hamka
mengatakan bahwa diantara makhluk dan khalik itu ada perjalan hidup yang harus
ditempuh, inilah yang kita katakan tarekat.[10]
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut
diatas, kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan
yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah
dan lainnya bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai
penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh
hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
H. Pengaruh
Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan
hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga
mengikuti kegiatan politik.
Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13
kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga
menjadi anggota tarekat.
Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan
organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu
jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan
seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung
dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah
kematiannya. Akan tetapi
pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.
Disamping itu tarekat pada umumnya hanya
berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak
beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini
adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini
tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian
juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang
sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa
tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran
bagi umat islam.
Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul
pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan
meninggalkan tarekat ini.
Bab III
KESIMPULAN
Kriteria dalam menjalankan
Tarekat harus memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut: Mempelajari
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama, mengamati dan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan guru, dan melaksanakan
perintahnya dan meninggalkan larangannya, tidak
mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki, berbuat dan
mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan doa guna
memantapkan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi
Tarekat pada
umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat
mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena
anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah
anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus
ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang,
qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia
islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga
membawa kemunduran bagi umat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abuddin, 1996. Akhlak Tasawuf, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta
Martin
Van Bruinessen, 1994. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan :
Bandung.
Solihin,
M. 2005. Akhlak Tasawuf, Penerbit Nuansa : Bandung
Mustafa
Zahri, 1995. Kunci memahai Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu : Jakarta.
Harun
Nasution, 1963. Falsafah dan Mitisisme dalam Islam, Bulan Bintang :
Jakarta
Hamka,
1984. Tasawuf perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas :
Jakarta.
http://id.wikipwdia.org/wiki/tarekat
[2] Annemarie Schimel, 1975. Dimensi Mistik
dalam Islam. Ter Supadri Djoko Darmono, dkk, dari Mystical Dimension Of
Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking