Bladsye

Translate

2014/01/06

Tarekat

Bab II
Pembahasan
A.  Definisi Tarekat
Tarekat berasal dari bahasa Arab “tharikah” jamaknya “taraiq” secara etimologis berarti (1) jalan, cara (al-kaifiyah), (2) metode, sistem (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halal), (5) pohon kurma yang tinggi (an-nakhlah aththawillah), (6) tiang tempat berteduh, tongkat payung (amud al-mizallah), (7) yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum) dan (8) goresan/garis pada sesuatu (al-khathth fi asy-syay).[1]
Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat. Sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq, kata turunan ini menunnjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum illahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal, pengalam mistik tak mungkin di peroleh bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahuulu dengan seksama.[2] Dengan kata lain tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.[3]
Mengenai pengertian diatas Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, “Tarekat adalah mengamalkan syariat, melaksanakan bebab ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
Sementara itu Harun Nasution, menyatakan bahwa tarekat berasal dari kata tariqah yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqh kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk dzikir masing-masing.[4]
Sejalan dengan ini maka Martin Van Bruinessen menyatakan istilah tarekat , paling tidak dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda. Makananya yang asli merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode, dan ritual. Akan tetapi, istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu pada organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut jalan tertentu. Di timur tengah istilah ta’ifah terkadang lebih disukai untuk organisasi sehingga lebih mudah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Akan tetapi di indonesia kata tarekat mengacu pada keduanya.[5]
L.Massignon, salah seorang peneliti tasawuf di berapa negara muslim, berkesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua pengertian:
pertama, tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang disebut al-maqamat dan al- akhwal. Pengertian ini menonjol sekitar abad ke-9 dan ke-10 Masehi.
Kedua, tarekat merupakan perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran tertentu. Dalam perkumpulan itulah seorang syekh yang menganut suatu tarekat yang dianutnya, lalu mengamalkan aliran aliran tersebut bersama dengan murid-muridnya, pengertian dan definisi ini menonjol ketika abad ke-9 Masehi.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama tarekat berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adanya lembaga formal, seperti zawiyah, ribatah, atau khanaqah.

B.   Sejarah Timbulnya Tarekat
Menurut Hamka tarekat yang pertama kali muncul adalah tarekat Thaifuriyah pada abad ke-9 Masehi di Persia sebagai suatu lembaga Pengajaran Tasawuf. Tarekat tersebut dinasabkan kepada Abu Yazid al-Busthami karena pahamnya bersumber dari ajaran Abu Yazid, pendapat ini dapat diperkuat dengan kenyataan bahwa tarekat-tarekat yang muncul di Persia terutama daerah Hurazon, pada umumnya menganut paham  Bayazid.[6]
Sejarah islam menunjukan bahwa tarekat-tarekat sejak bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H), mengalami perkembangan pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia islam sejak abad berikutnya (1317 H),pada umumnya dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat islam, setelah mereka dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar ( kota Bagdad dimusnahkan tentara Tartar itu pada 1258 M atau 656 H). Sejak penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh tentara Tartar itu, islam yang diperkirakan akan lenyap, tetapi mampu bertahan, bahkan dapat merembes memasuki hati turunan para penyerbu itu dan memasuki daerah-daerah baru. Pada umumnya sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarekatlah yang berperan dalam penyebaran islam. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat islam selama zaman pertengahan sejarah islam (abad ke-13 samapi abad ke-18 atau ke-17 sampai 12 H). Pengaruh tarekat mulai mengalami kemunduran, serangan-serangan terhadap tarekat yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327 M/ 1728) terdengar semakin gencar dan kuat pada masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu diantara sebab-sebab mundur dan lemahnya umat islam adalah pengaruh tarekat yang buruk, antara lain menumbuhkan sikap taqlid, sikap fatalistis, orientasi yang berlebihan kepada ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan.



C.   Aliran-aliran Tarekat di Dunia Islam
Dari sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad ke-12 (abad ke-6 H) itu antara lain :
  1. Tarekat Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang wafat di Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turbekistan, Sudan, Cina, India, dan Indonesia.
  2. Tarekat Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, yang wafat di Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara, Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
a.       Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
    1. Mengikuti sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
    2. Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
    3. Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah
3.      Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Ar-Rifai, yang wafat di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di irak dan di Mesir.
4.      Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahaudin Naqsabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut di Asia Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri  tarekat Naqsabandiah antara lain :

a.       Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
      1. Meningggalkan ruqsah
      2. Memilih hokum-hukum yang azimah
      3. Senantiasa dalam muraqabah
      4. Tetap berhadapan dengan Tuhan
      5. Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
      6. Menyendiri ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah
      7. Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
      8. Zikir tanpa suara
      9. Tarekat Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari yang wafat di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan Indonesia.
D.  Kriteria Murid untuk Menjalankan Tarekat
Guru dalam tarekat yang sudah melembaga itu selanjutnya disebut Mursyid atau Syekh, dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun pengikutnya disebut murid. Sedangkan tempatnya disebut ribath atau zawiyah atau taqiyah.
Selain itu tiap tarekat juga memiliki ajaran dan juga amalan wirid tertentu, simbol-simbol kelembagaanya, tata tertibnya dan upacara-upacara lainnya yang membedakan antara tarekat yang satu dengan tarekat yang lainnya. Menurut ketentuan tarekat pada umumnya bahwa seorang syekh sangat menentukan terhadap muridnya, keberadaan murid di hadapan gurunya ibarat mayit atau bangkai yang tak berdaya apa-apa. Dan karena ini tarekat merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka orang yang menjalankan syariat dan si murid harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama
  2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan guru, dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya
  3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki
  4. Berbuat dan mengisi waktu seefisien  mungkin dengan segala wirid dan doa guna memantapkan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi
  5. Memegang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal.[7]
F.    Tata Cara Pelaksanaan Tarekat
Tata cara pelaksanaan tarekat antara lain :
  1. Dengan Zikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah dalam hati secara menyebutkan namanya dengan liasan, zikir ini berguna sebagai alat kontrol bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan Allah
  2. Ratib, yaitu mengucapkan lapad La Illaha Illallah dengan gaya, gerak dan irama tertentu
  3. Musik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumental) seperti memukul rebana
  4. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan tertentu untuk menimbulkan kehidmatan
  5. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan zikir tertentu. Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan tarekat sebagaimana disebutkan diatas, perlu mengadakan latihan batin, riadah dan mujahadah (perjuangan kerohanian). Perjuangan seperti itu dinamakan pula suluk dan yang mengerjakannya di sebut salik.[8]
G.   Tujuan Adanya Tarekat
Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesutu ibadah sesuai dengan agarna yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabiin secara berantai sampai pada masa kita ini.
Lebih khusus lagi tarekat dikalangan sufiyah berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak dikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan bersatu secara ruhiyah dengan tuhan. Jalan dalam tarekat itu antara lain terus-menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, Dan terus-menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.
Harun nasution mengatakan tarekat ialah jalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan.[9] Hamka mengatakan bahwa diantara makhluk dan khalik itu ada perjalan hidup yang harus ditempuh, inilah yang kita katakan tarekat.[10]
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut diatas, kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
H.   Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik.
Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.
Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya. Akan tetapi pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.
Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.
Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini.




Bab III
KESIMPULAN

Kriteria dalam menjalankan Tarekat harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama, mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan guru, dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya, tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki, berbuat dan mengisi waktu seefisien  mungkin dengan segala wirid dan doa guna memantapkan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi
Tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.








DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, 1996. Akhlak Tasawuf, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta
Martin Van Bruinessen,  1994. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan : Bandung.
Solihin, M. 2005. Akhlak Tasawuf, Penerbit Nuansa : Bandung
Mustafa Zahri, 1995. Kunci memahai Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu : Jakarta.
Harun Nasution, 1963. Falsafah dan Mitisisme dalam Islam, Bulan Bintang : Jakarta
Hamka, 1984. Tasawuf perkembangan  dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas : Jakarta.
http://id.wikipwdia.org/wiki/tarekat




[1] Luis Makluf. 1896. Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-Alam. Beirut: Dar Al-Masyrik.
[2] Annemarie Schimel, 1975. Dimensi Mistik dalam Islam. Ter Supadri Djoko Darmono, dkk, dari Mystical Dimension Of Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus
[3] Ensiklopedia Islam Jilid 5, halm, 66
[4] Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid II, UI Press : Jakarta
[5] Martin Van Bruinessen,  1994. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan : Bandung.
[6] Solihin, M. 2005. Akhlak Tasawuf, Penerbit Nuansa : Bandung
[7] Nata, Abudin, 1996. Akhlak Tasawuf, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta
[8] Mustafa Zahri, 1995. Kunci memahai Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu : Jakarta.
[9] Harun Nasution, 1963. Falsafah dan Mitisisme dalam Islam, Bulan Bintang : Jakarta
[10] Hamka, 1984. Tasawuf perkembangan  dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas : Jakarta.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking